Lelah Karena Lillah

Lelah Karena Lillah
Gambar sepeda buntut tahun 1980-an

Situbondo, himmahKPI.com Cinta, setiap orang mengharapkannya selalu bergelimang kesetiaan. Berharap cinta yang ia miliki mampu membawa sebuah harapan besar yang dipikulnya menjadi nyata. Sedangkan jalan untuk menggapai cinta yang penuh kesetiaan adalah kepercayaan yang harus dibangun dengan perjuangan yang tidak mudah. Hal itu yang juga menjadi harapanku. Tepatnya harapan keluargaku dan kami berusaha membangun harapan itu.

Sebut saja aku Rumi. Aku sudah menikah dan tinggal berdua besama suamiku, mas Arya namanya. Aku menikah pada usia 22 tahun dan mas Arya berusia 26 tahun. Kami memilih hidup mandiri, jauh dari keluarga agar kami bisa menjalani rumah tangga dengan tanggung jawab kami sendiri. Usia pernikahan kami masih tergolong dini, satu setengah tahun tapi sampai detik ini kami belum mempunyai anak, mungkin belum waktunya Allah SWT memberikannya. Namun kami tidak putus harapan dan selalu yakin jika Allah SWT lebih memahami terhadap hamba-hamba-Nya. Kami hidup sederhana, hidup di desa dengan rumah kecil yang biasa saja  namun penuh cinta, karena rumah itu hadiah dari nenek mas Arya, katanya warisan. Mas Arya bekerja di salah satu bengkel tidak jauh dari rumah. Karena memang keahlian mas Arya adalah otomotif, bukan ahlinya sih, tapi ia lulusan SMK jurusan otomotif. Penghasilannya cukup untuk kebutuhan setiap hari walau kadang – kadang kami pun kebingungan saat ada kebutuhan yang mendesak. Bahkan kami pernah berpuasa selama 2 hari karena persediaan makanan menipis.

Jarang sekali kami menyimpan uang disaku, bahkan tidak pernah karena memang nggak punya. Tapi kami jalani semuanya dengan indah. Seperti biasa, hari Minggu mas Arya juga libur, kadang waktu itu kami gunakan untuk saling curhat, cerita, memahami antara satu dengan yang lain.  Jika ada rezeki lebih, kadang kami mengunjungi orang tua.
Sifatku dan mas Arya bisa dikatakan bertolak belakang. Aku yang suka bicara tapi mas Arya jarang bicara kecuali memang perlu. Aku wanita romantis, manja dan sedikit pemarah mungkin karena keseringan nonton sinetron kali ya!! tapi mas Arya sebaliknya, ia bukan cowok romatis tapi ia sangat sabar, apalagi dalam menghadapi aku yang susah sekali diam. Oiya kami juga punya si merah, sepeda motor butut tahun 80-an yang setia menemani langkah kami untuk pergi kemanapun. Itu hadiah dari ayahku, tepatnya Ayah memberikan motor kesayangannya untukku, untuk kami. Kami memberi nama ia si Merah karena warnanya merah.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari keluarga kami yang harus aku ceritakan, namun aku sendiri memilki satu pengalaman yang luar biasa. Pengalaman yang secara tidak langsung mengajari aku bahwa kasih sayang dalam rumah tangga akan semakin kuat dengan perjuangan dan rasa saling percaya.

Suatu ketika tepatnya dihari Minngu, aku pergi ke suatu tempat untuk menghadiri acara yang di adakan oleh ibu-ibu PKK. Hampir semua perempuan di desaku hadir. Karena tempatnya cukup jauh dari rumah, aku minta dianterin mas Arya ke sana dan tentu pulangnya nanti aku dijemput.

Singkat cerita acaranya selesai sekitar  jam 04.00 sore. Aku menunggu mas Arya menjemputku. Semua undangan sudah pada pulang, ada yang naik motor sendiri, ada yang rombongan menggunakan mobil, ada juga yang dijemput. Kebetulan waktu itu ada tetangga yang sama-sama nunggu jemputan bersamaku.
“Rumi, kamu mau dijemput juga? ”, katanya
“iya. Kamu sendiri?”, aku balik bertanya
“sama”, jawabnya singkat.
Kami sedikit mengobrol untuk menghilangkan kebosanan dalam penantian. Hingga pada akhirnya iapun sudah dijemput

“Rumi, aku duluan ya, gak apa-apa kan kamu aku tinggal sendiri, soalnya anakku sendirian di rumah.”, katanya meyakinkanku
“ngga’ apa-apa, silahkan. Sebentar lagi mas Arya juga datang kok, hati-hati ya di jalan”, jawabku
Ia mengangguk seraya berlalu dari hadapanku. Semua orang sudah pulang hanya tinggal beberapa saja itupun panitia pelaksana. Aku merasa malu karena tinggal aku sendiri seperti orang yang linglung. Semakin lama aku menunggu semakin kesal diriku kepada mas Arya. Aku sudah berfikir akan sikap buruknya, kalau tidak tidur ya lupa. Aku berusaha menelponnya beberapa kali tapi tidak menjawab. Hampir satu jam aku nunggu mas Arya ia tidak datang padahal aku sudah menyuruhnya untuk datang sebelum acaranya selesai.

Jam sudah menunjukkan 04.53 WIB, aku masih setia menunggu karena tidak tahu lagi mau pulang dengan apa. Tiba-tiba dari kejauhan kulihat mas Arya berjalan kaki membawa si merah. Dalam fikiranku, pasti si merah nggak ada bensinnya, atau mungkin rusak di tengah jalan. Kenapa nggak diperbaiki dulu atau cari pinjaman motor ke tetangga, kenapa malah bawa si merah kalau tidak bisa dikendarai, Masak nanti aku jalan kaki pulangnya. Seribu tanya dalam benakku semakin membuat kekesalanku sama mas Arya memuncak.

Aku sering sih marah sama mas Arya karena sikapnya yang menurut aku kadang ngeselin. Contohnya seperti hari ini. Tidak lama kemudian mas Arya sampai. Ingin rasanya aku memarahinya namun karena ini tempat umum aku berusaha menahannya.
“ Maaf ya, aku telat dan aku minta maaf soalnya… ”, katanya sambil memandangku
Aku diam tidak menjawab sesuatu apapun. Tapi aku penasaran kenapa si merah di bawak kesini kalau tidak bisa dikendarai. Sebelum aku tanyakan itu, mas Arya kembali mengatakan sesuatu.
“ Tadi aku berangkat sebelum jam 04.00, aku terburu-buru sampai hp aku ketinggalan. Setelah aku hendak berangkat aku lihat persediaan bensin si merah ternyata tinggal sedikit, aku berfikir,  tidak cukup kalau digunakan pulang pergi dari rumah kesini dan dari sini ke rumah. Mau beli bensin uangnya nggak cukup di aku, karena kan uangnya dipegang kamu. mau beli pulangnya takutnya uangmu sudah digunakan. mau pinjam motor ke tetangga, motornya juga lagi dipakai, jadi aku berjalan kaki dari rumah agar  pulangnya kamu tetap bisa naik si merah “ ceritanya dengan singkat.

Tubuhku seakan terguncang hebat, Tanpa disadari air mataku mengalir mendengar penjelasan mas Arya. Ia bela-belain jalan kaki dari rumah yang cukup jauh sambil membawa si merah demi aku agar pulangnya nanti aku tidak lelah karena berjalan kaki, akibat  bensin si merah tinggal sedikit.  Bagaimana dengan mas Arya sendiri apa mungkin dia tidak lelah. Hatiku berguman membayangkan lelahnya mas Arya yang berjalan kaki dari rumah ke sini. Seketika itu kebencian dan amarah yang aku simpan tadi hilang tanpa arah.
“ Ayo, naik! Jangan nangis aku kan sudah minta maaf”, imbuh mas Arya

“Maafkan rumi mas Arya! Dari tadi rumi sangat kesal pada mas Arya karena Rumi fikir mas Arya lupa jemput Rumi karena tidur atau lainnya”, kataku sambil menahan kesedihan yang terpancar dari air mataku.
Mas Arya hanya tersenyum dan mengangguk pelan sambil mengucapkan kata maaf juga buat aku karena aku sudah lama menunggu. Dalam perjalan aku sedikit bertanya kepada mas Arya, kenapa ia sampai melakukan hal ini untukku. Ia menjawab, “ sebab aku mencintaimu karena Allah ”
Entah itu jawaban jujur atau hanya sekedar menghiburku. Yang jelas Jawaban Indah dan romantis dari pria yang tidak romantis pertama kali aku dengar dan bahkan sekali selama aku hidup dengan mas Arya.  Andai ini bukan tempat umum  ingin rasanya aku memeluk mas Arya dengan se erat-eratnya. Mulai saat itu aku selalu belajar bahwa kesetiaan cinta dimulai dari  kepercayaan dan kasih sayang yang harus dibangun dengan perjuangan yang tidak mudah. Dan aku percaya itu.

Sahabat! Khusnuddhan jauh lebih baik apalagi dalam membina rumah tangga. Pupuk kesetiaan cinta kita dengan kepercayaan dan kasih sayang. Insyaallah kita akan mendapat kebahagiaan.


Seruni

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama