SITUBONDO, (Himmahkpi.com)- Kepada yang perkasa dan menguatkan segala lemah yang landai. Kepada penggerak yang menggetarkan sel darah yang beku dan mengalir perlahan. Kepada semesta yang perlahan meniupkan keyakinan pada Sang Esa.
Dzikir, lantunan syi'ir, rangkaian Al-quran dan doa yang semakin getir, dalam kalamba nikmat yang berseru pada Sang Akbar di pelataran sajadah rindu.
Bukankah kebakaan-Mu sudah ditetapkan dan kehancuran kami telah direncanakan? Angan yang kelabu, mantra-mantra ditasbihkan tanpa suruh, tafsirmu dangkal bila tak paham arah suruh-Mu.
O, rindu yang luluh lantak sebab tak kuasa memeluk ketabahan-Mu. Dalam pengalihan munajad dan segala kehinaan diri, sujud yang kadang tak sungguh ini, aku persembahkan meski tahu cacing tanah lebih mulia dari atmaku.
ngajiku belum hatam, Tuhan. Tunggu dulu sampai congkakku hilang berganti rendah melebihi azonal yang dasar. Nanti jika ngajiku usai, kutitip fatihah yang tak sesederhana diakhiri pengaminan yang kadang tak sungguh amin.
Katakan padaku, doa mana yang lebih mesra dari munajad qabla subuh?
Katakan padaku, cinta mana yang lebih romantis dari diam dan memperantarakannya pada-Mu?
yang lemah itu aku, yang ambruk itu aku, dan yang berpasrah itu aku. Sedang yang perkasa adalah Kamu.
kun, kun, fayakun-kan...
Situbondo, 21 Maret 2021
Wilda Zakiyah