Setia Di Lorong Kebencian

Setia Di Lorong Kebencian
Kopi pahit gadis belia peresap sepi

Situbondo, himmahKPI. Com - Wanita itu selalu disana ia penikmat kopi pahit di Cafee itu, Maya ayanti namanya. Kenapa saya begitu mengenalnya pelayan Cafee seperti saya kenapa harus melewatkan moment menarik. ia gadis belia cantik peresap sepi di tengah keramaian, perindu hujan di kursi pojok, dan dengan mata yang selalu redup. Entah, siapa yang membuatnya kehilangan gairah hidup, fikirku. Kucoba dekati mungkin dia butuh teman. Sekitar jam 04:45 dia sudah duduk santai dengan segelas kopi pahitnya, apa dia menunggu seseorang atau memang ada masalah lain. Karena siapapun yang melihatnya pasti sudah sadar bahwa di matanya banyak sekali masalah.

“Hai”, sapaku. Dia hanya melirik dan kembali pada tatapannya semula yaitu jalanan yang basah akibat hujan. Ku coba mengalir saja “ Nona boleh saya duduk disini sambil menikmati kopi bersama anda?”, ia hanya mengangguk. Tuhan, cantik sekali parasnya siapa yang tega membuatnya begini sampai ia harus kehilangan cahaya di matanya. “ Nona apa yang anda lihat disini, seharian? Saya rasa tidak ada yang menarik dari jalan ini?”. Dia tersenyum yah, sedikit sekali tapi senyum kehancuran bukan senyum bahagia. saya melihat itu dari pandangan kosongnya "Anda tidak akan mengerti" kalimat itu menutup percakapan kami dan dia berlalu.

“Fatah, tolong antarkan kopi ini pada meja yang sama” tanpa fikir panjang saya tau harus mengantarkan ke mana. “ Nona ini kopi anda” dengan ramah kusapa dia, dia mengangguk. “ Nona saya ingin mengobrol, bisa?” “ silahkan”. Tak bosan-bosan ku tatap wajah indahnya, “ Nona saya heran kenapa anda suka kopi pahit itu?”, dia menatapku sebentar dan berkata” Kopi ini tidak lebih pahit dari kehidupan saya”, tuhan, akhirnya dia tidak enggan lagi berbicara dengan saya. “ lalu apa kehidupan nyonya ada hubungannya dengan jalan yang sering nona tatap di kursi pojok ini?”, dia mendesah pelan sekali dan kembali dengan mata yang semakin redup, andai saja sudah mengenal lama sudah ku peluk dia. “ 2 tahun yang lalu, disini tempat yang sering saya jadikan tempat ternyaman, dia mendesah,,,,,,sering saya daaaannnn….. dia terdiam sejenak dan melanjutkan, “Dia Digo, kekasih saya dulunyaaaaa”, dia terdiam lagi dan menatap jalan itu lagi, seperti ingin menangis membuat saya mati penasaran.

“ Dia lelaki yang sangat saya cintai apapun yang di lakukannya selalu saya cintai, dan suatu ketika saya ingin minum Capuccino latte disini tanpa sengaja saya melihatnya dari balik kaca ini dengan seorang wanita” Nona maya mengatupkan tangannya ke wajahnya, begitu menyakitkan bagi saya. Ternyata dia tersenyum, senyum yang saya inginkan dari dulu, senyumnya saja menggoda. “ pelan-pelan saja nona, saya akan mendengarkan dengan sabar” tersenyum dengan menggaruk bagian belakang kepala yang sebenarnya tidak gatal. “ Digo berpelukan dan mencium keningnya, namanya Farisa wanita jalang, saya melihatnya dengan mata kepala sendiri, saya tidak mampu berkata apa-apa waktu itu, saya hanya menatapnya dengan tangis yang membuncah, sendirian yah hanya sendirian bersama kebencian yang sampai saat ini masih bersemi.

Hari demi hari kebencian itu bertambah saya fikir kebencian itu akan lenyap dengan seiring waktu” Dia menyeruput kopinya. Hujan mengguyur kotaku lagi, momen yang pas fikirku. “ lalu nona, kenapa jika anda membencinya anda masih sering menatap jalan itu dan bersedih?” dia mendesah lagi, desahan yang berat dan panjang. “ suatu ketika di bulan februari bulan lalu, saya masih di tempat yang sama disini dengan kopi pahit ini, tak sengaja saya melihatnya lagi diluar sana dengan keadaan mengenaskan, dia buta dan wanita itu di sampingnya, kau tau apa yang lebih menyakitkan, setelah saya cari tahu ternyata Digo mendonorkan matanya untuk wanita itu, 2 tahun yang lalu di seberang sana wanita itu dalam keadaan buta, dan di bulan februari lalu saya melihatnya sendiri, wanita itu membiarkan Digo berjalan di tengah jalan dengan keadaan bingung dan tanpa saya duga ada Truk dari arah berlawanan…….diam sejenak, “Digo tertabrak”, Nona ini mulai menangis, dia melanjutkan ceritanya. “ Bukan main syok nya saya, Digo terpental jauh, jauhhhhh sekali saya berlari dan berteriak meminta tolong ambulans cepat datang tapi sayang nyawanya tak tertolong, dia mati dengan keadaan mengenaskan kepalanya banyak sekali mengeluarkan darah. Nona itu Terdiam lagi,  "nona jika mencurahkan semua yang nona anggap bisa melegakan, silahkan.” “ Saya hancur, dunia saya hancur, kenapa wanita itu harus begitu kenapa dia membiarkan Digo mati sia-sia setelah apa yang Digo lakukan, dari itu saya membenci wanita itu sampai saat ini, saya sedih atas perlakuan wanita itu saya pun membenci Digo tapi kebencian itu tak membuat saya lupa apa arti perikemanusiaan, ouh iya jangan panggil saya nona panggil saja Maya dan saya terakhir kali berada di Cafee ini Fatah, besok anda sudah tak melihat saya lagi karena saya akan focus pada masalah Digo saya seorang Pengacara untuk Digo dan yang akan menjebloskan wanita itu ke dalam penjara, saya akan membuatnya hancur, saya yang akan membuatnya membusuk di penjara.” Dia tertawa, begitu cantik. “ Lalu nona apakah anda yakin bisa membuat wanita itu menderita?”
“ Hahahahha,,,,,tentu saja saya saksi dan saya pengacara”. “Ingat Fatah kebencian seorang wanita selalu nomer 1 dan akan selalu menang”  Dia menghabiskan kopinya dan tersenyum. Sampai berjumpa kembali, terima kasih sudah mau mendengarkan saya, semoga tidak ada lagi wanita seperti saya di kursi ini.” “ tentu saja Nona Maya saya turut meng amini” Dia pergi dengan sejuta perasaan kemenangan, dalam hati saya selalu mengharapkan saya bisa lebih dekat dengan wanita penuh dendam itu. Suatu saat nanti.#


DMY 
Mahasiswi KPI  STAINH
Semester VI

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama