Sikap Masyarakat Dan APH Dalam Pemberantasan Korupsi

Ketika taruna memberikan arahan kepada pengunjung Lapas

Situbondo, (Himmahkpi) - Korupsi merupakan salah satu tindakan buruk berupa memberikan ataupun merima dan lain uang dalam bentuk apapun kepada seseorang atau instansi. Berbicara mengenai korups akan pasti menemukan kenyataan terkait dengan aspek moral, keadaan atau sifat yang busuk, jabatan seseorang yang diperoleh dengan cara tidak benar, faktor-faktor penting dari ekonomi maupun politik, serta adanya tindakan menempatkan golongan tertentu bahkan keluarga yang dibawah kekusaan jabatan (Suherry, 2017). Bisa kita ketahui bahwa memang korupsi memiliki arti yang sangat luas dengan berbagai macam tindakan penyelewengan atau pelanggaran. Menurut Jefirstson dkk (2020), Indonesia bahkan menjadi salah satu Negara dikawasan ASEAN atau  Asia Tenggara dengan rating Indeks Persepsi terkait dengan Korupsi tertinggi.
Berdasarkan survey yang juga diselenggarakan oleh Lembaga Survey Indonesia dalam tren korupsi, mendapatkan hasil 39,6% yang menyatakan bahwa tingkat korupsi naik di masa pandemi Covid-19 (Liputan6.com, 2020) (Dalam Wawan, 2020). Menurut Launa dan Hayu (2021), adanya korupsi dana bansos bagi warga terdampak Covid-19 juga telah mendobrak kesadaran publik pasca salah satu media cetak, Majalah Tempo menguak menginvestigasi terkait kasus rasuah yang bernilai cukup fantasis, dimana pemerintah yang telah mengalokasikan dana anggaran (khusus) yang cukup besar dalam usaha mengantisipasi serta menanganan bagi warga yang terdampak pandemi Covid-19.

Berdasarkan pernyataan di atas terlihat bahwa korupsi justru mengalami peningkatan, dimana seharusnya ada kesadaran dan empati lebih terhadap kondisi yang terjadi. Menurut Roy (2021), terdapat hal yang harus terus digaungkan dalam pemberantasan yang luar biasa ini, yaitu penjatuhan pidana mati terhadap para terdakwa tindak korupsi. Namun, apakah dengan pemberian hukum pidana mati ini adalah hukuman yang tepat bagi pelaku korupsi. Menurut Hanafi (2014), korupsi tentu memiliki dampak negatif, yaitu menghambat pertumbuhan ekonomi dan kelangsungan pembangunan, serta menghambat program pengentasan kemiskinan.

Sehingga perlu yang namanya upaya dalam memberantas korupsi. Upaya pemberantasan korupsi ini harus dilakukan penegak hukum dan juga masyarakat, dimana keduanya memiliki peran yang sama sama penting.

Tindakan korupsi sendiri disebabkan salah satunya karena melemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hal tersebut telah buktikan dari hasil penelitian ahli, Eddy (2019), yangmana Undang undang No. 20 tahun 2001 terkait dengan upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yangmana sudah tertinggil dan kurang relevan dengan United Nations Convention Against Corruption. Maka, hukum pidana yang ada di Indonesia sangatlah penting untuk disesuaikan dengan UNCAC yang telah teratifikasi di Indonesia. Namun, penyesuaiannya tidak hanya terkait dengan ranah hukum materiil, tapi juga pada perbaikan dalam aspek formil sehingga akan menciptakan sebuah perubahan didalam aturan penegakan hukum. Menurut Kartika dkk (2020), dengan adanya sebuah badan pengawas yaitu lembaga KPK tetapi juga harus diatur dengan jelas mengenai  wewenang dan tugasnya
Terdapat pula faktor besar yang menjadi penyebab korupsi. Menurut Ridwan (2016), akar korupsi pada banyak kasus disebabkan oleh adanya penyelewengan kekuasaan (abuse of power), terutama pada negara yang memiliki stabilitas keamanan yang rendah. Sedangkan, menurut Tri dkk (2021), faktor besar penyebab korupsi adalah kesejahteraan dari individu itu sendiri, dimana apabila kesejahteraan dari individu tidak terpenuhi akan memunculkan kesempatan bagi setiap individu untuk melakukan tindakan ilegal.

 Oleh karena itu, pemerintah juga perlu memerhatikan kesejahteraan dari setiap individu sebagai bentuk upaya pemerintah untuk mengurangi tindakan ilegal yang dilakukan oleh individu tertentu untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Lalu, menurut ridwan dkk (2016), menemukan bahwa usaha pengembalian aset (asset recovery) hasil dari korupsi yang ada diluar negeri adalah bentuk upaya yang tidak bisa dipisahkan dari proses pemberantasan korupsi di Indonesia dalam hal proses penindakan.


Menurut Wicipto (2018), terdapat beberapa hal yang juga bisa diperbaiki dan diubah antara lain badan yang mengurusi korupsi supaya tidak sektoral dan selalu kompak, usaha-usaha dalam bentuk pencegahan harus terus dilaksanakan, SDM yang berkualitas harus ditingkatkan, kesejahteraan bagi penegak hukum adalah prioritas. Perbaikan dan perubahan yang demikian setidaknya dapat mengurangi dan meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi. Semua perbaikan dan perubahan tersebut bisa dimulai dari setiap daerah. Apabila setiap daerah berusaha melakukan perbaikan, maka secara tidak langsung berdampak pada pemerintahan yang ada di pusat. 
Menurut Mahamuda dkk (2016), perilaku manajemen dan individu aparat penegak hukum juga memiliki dampak langsung dalam menentukan dan membentuk budaya organisasi. Artinya, perilaku individu penegak hukum secara pribadi dan profesional memiliki potensi untuk mengubah persepsi anggota publik tentang organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian penegak hukum harus mematuhi, menegakkan  semua hukum tanpa biasa atau prasangka untuk mendapatkan kepercayaan publik sebagai kejujuran, stabilitas, kesetiaan dan moralitas. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penanganan korupsi tidak hanya tanggungjawab aparat penegak hukum saja terutama Komisi Pemberantasan Korupsi, melainkan menjadi peran serta partisipasi setiap elemen bermasyarakat.

Menurut Soemanto dkk (2014), partisipasi masyarakat dapat berpengaruh positif dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara berkeadilan sosial  dan proporsional. Pasrtisipasi masyarakat harus didukung oleh pengetahuan mereka terhadap hukum dalam membentuk kesadaran hukum masyarakat. Menurut Rizki (2020), setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan serta manfaat ilmu pengetahuan untuk kualitas hidup yang lebih baik, sehingga akan membantu lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melaksanakan  tugas dan fungsinya untuk memberantas tindak pidana korupsi. Masyarakat sekiranya dapat mengubah pola pikir dan perilakunya dari hal-hal kecil agar menjadi contoh yang baik bagi masyarakat lain dan penegak hukum. Secara tidak langsung perilaku yang baik akan menjadi budaya yang baik pula. 
Terdapat beberapa perilaku baik yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam meminimalisir tindakan korupsi. Usaha serta upaya yang bisa kita kerjakan di antaranya tidak melakukan tindakan menyuap dalam bentuk apapun kepada aparat hukum demi memperoleh sesuatu yang kita inginkan atau kita butuhkan. Selanjutnya, menerapkan budaya yang komunikatif dan terbuka terhadap aparat hukum dalam melaporkan tindakan penyelewengan di lingkungan sekitar kita. Dimana, terbukanya masyarakat dalam menyampaikan laporan tersebut harus dijamin juga dengan jaminan hukum dan perlindungan keamanan yang mempuni bagi setiap pelapor, supaya kita sebagai pelapor tidak merasa terintimidasi ataupun terancam jiwanya serta hak didalamnya
Perilaku masyarakat yang demikian akan dirasakan dan dilihat oleh masyarakat lain dan penegak hukum sekaligus akan menjadi contoh agar mereka melakukan perilaku yang demikian pula. Dimana, budaya yang baik terbentuk dari ruang lingkup yang kecil yang akan terus menyebar dan menjadi kebiasaan di lingkungan tersebut. Sehingga, tidak ada salahnya dan sangatlah penting kita sebagai masyarakat menerapkan budaya ataupun perilaku yang baik kita dihadapkan pada suatu tindakan ataupun keputusan yang mengarahkan pada tindakan penyelewengan. Kita harus tahu dampak baik dan buruknya apabila kita sebagai masyarakat saja sudah melakukan tindakan penyelewengan. 

Oleh karena itu, kerjasama yang baik antara aparat penegak hukum dengan masyarakat dalam usaha memberantasan korupsi sangat penting. Kerjasama dapat dilaksanakan dengan usaha meghidupkan semangat yang kuat dalam memberantas korupsi, dan menyamakan pemikiran bahwa korupsi merupakan bentuk kejahatan luar biasa dan wajib diperangi. Dilihat dari segi aspek budaya bangsa Indonesia yang bisa menekan terjadinya tindakan korupsi adalah budaya kerjasama. Setiap lapisan masyarakat wajib saling bekerjasama didalam upaya memerangi tindakan korupsi, serta tidak acuh dan menggunakan haknya sebagai warga negara.

(Uday/ M. Yusril Firdaus)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama